Selasa, 14 Oktober 2008

Akar Krisis Finansial Global Ketamakan dan tak Ada Etika Bisnis

Arip Muttaqien
Analis pada Mark Plus Inc

Sampul Newsweek terbaru sangat menarik. Judul utama yang ditampilkan adalah ''The Future of Capitalism'' dengan menampilkan uang dolar AS yang terbakar. Tampaknya Newsweek ingin menunjukkan bahwa kedigdayaan ekonomi AS sudah menurun.

Dunia sedang bergejolak. Penyebabnya tidak lain adalah krisis finansial AS yang berawal dari subprime mortgage. AS sebagai negara adidaya ekonomi masih memiliki pengaruh besar pada tingkat global. Jika ekonomi AS sedang sakit flu, negara lain akan tertular virus flu.Bagaimana dengan Indonesia? Pada Selasa (8/10) Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan menutup sementara perdagangan saham. IHSG ditutup pada level 1.451,669 poin atau melemah 10 persen.

BEI menutup sementara perdagangan pada pukul 11.06 WIB. Tindakan ini didorong oleh perilaku investor yang sudah tidak rasional. Nilai rupiah selama beberapa hari terakhir melemah terhadap dolar AS. Nilai mata uang rupiah sempat menyentuh Rp 9.700 per dolar AS. Saat ini rupiah berada pada posisi Rp 9.500-an per dolar AS.

Gonjang-ganjing menyebabkan Bank Indonesia menaikkan BI Rate menjadi 9,50. Pemerintah juga ikut-ikutan panik. Tim ekonomi pemerintah telah mengadakan pertemuan membahas antisipasi menghadapi krisis global. Mereka mengeluarkan kebijakan dan imbauan untuk meredam kepanikan dunia bisnis.

Tak ada yang salah dengan tindakan pemerintah. Demikian pula tidak ada yang salah dengan tindakan Pemerintah AS memberikan bailout 700 miliar dolar AS. Pemerintah AS akhirnya memang kalap dan memilih melakukan campur tangan. Padahal, selama ini AS dikenal sebagai negara yang memegang konsep neoliberal yang percaya pada mekanisme invisible hand.

Ibarat menelan ludah sendiri, AS harus memilih, yaitu membiarkan mekanisme pasar bebas bekerja atau campur tangan terhadap sistem perekonomian. Akhirnya Presiden Bush mengambil pilihan kedua. ''Kita harus bertindak,'' begitulah ucapan George Bush. Dengan persetujuan Kongres, Pemerintah AS intervensi untuk menyelamatkan korporasi.

Ketamakan dan tanpa aturan
Sebenarnya, apakah penyebab krisis finansial di AS? Menurut berbagai analisis, krisis subprime mortgage terjadi karena kegagalan debitur membayar utang. Eksekutif korporasi finansial menyalurkan kredit dengan keinginan mendapatkan bonus besar. Tidak peduli si debitur layak mendapatkan kredit atau tidak.

Dengan iming-iming bonus besar, mereka bertindak serakah. Demi mendapatkan keuntungan besar, mereka melakukan aktivitas yang tidak wajar dan tidak beretika. Menghalalkan segala cara dan tidak peduli aturan bahkan etika bisnis. Begitulah prinsip yang mereka pegang.

Beginilah yang terjadi dalam era pasar bebas. Pemain yang menguasai pasar bisa melakukan berbagai tindakan untuk mengendalikan pasar. Kenyataan yang terjadi ketika terjadi globalisasi peran negara makin mengecil. Multinational companies makin mendominasi dunia. Dunia dikendalikan oleh beberapa perusahaan global.Padahal, dunia saat ini sudah lain ketika Adam Smith mengeluarkan buku Wealth of Nation. Ketika itu sistem perekonomian dan perdagangan belum serumit seperti saat ini.

Ketika Adam Smith menulis buku, belum ada perdagangan saham, kredit perbankan, asuransi, dan obligasi. Oleh karena itu, sangat tidak relevan menggunakan konsep yang dibangun pada masa Adam Smith untuk kondisi saat ini.
Ingat bahwa dunia sudah berubah. Perubahan terjadi pada tingkat penguasaan pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya.

Penyebab utama krisis finansial di AS adalah sifat negatif manusia terhadap harta, yaitu tamak, rakus, dan cenderung bebas tanpa aturan. Tujuan utama mendapatkan keuntungan maksimal dengan mengabaikan etika bisnis. Dengan sistem ekonomi serbabebas maka investor hanya akan berlomba mendapatkan keuntungan tanpa ada aturan yang membatasi. Dalam tatanan dunia yang cenderung liberal memang aturan cenderung dihindari, terutama dalam bidang finansial.

Padahal, kekacauan di bidang finansial telah memberikan dampak luar biasa. Krisis finansial tidak hanya terjadi sekarang. Masih ingat dengan krisis ekonomi yang melanda Asia Timur satu dasawarsa lalu? Semua bermula dari jatuhnya nilai mata uang rupiah. Krisis finansial akhirnya membesar menjadi krisis ekonomi.Mengapa semua kekacauan ini dapat terjadi? Sekali lagi, kunci utama adalah sifat tamak, rakus, dan cenderung bebas tanpa aturan. Inilah sistem ekonomi yang saat ini terbangun di dunia.

Saya teringat dengan buku ''On Moral Business : Classical and Contemporary Resources for Ethics in Economic Life''. Dalam buku itu kita bisa menemukan bahwa sebenarnya terdapat nilai-nilai moral yang mengatur dunia bisnis.Sebagai contoh adalah ekonomi berdasarkan syariah. Berbeda dengan ekonomi konvensional yang cenderung tanpa batas. Dalam konsep Islam terdapat peraturan yang mengatur hubungan vertikal dan horizontal.

Para pemain bisnis dibatasi oleh peraturan-peraturan khusus. Misalnya, pemain bisnis tidak boleh menginvestasikan dalam usaha yang dilarang Islam, seperti usaha judi dan rokok.Sejatinya, konsep bisnis dengan beretika adalah sebuah solusi jangka panjang. Apakah bisa membayangkan kita bisa hidup dalam seratus tahun ke depan dengan sistem ekonomi seperti sekarang?

Tidak terbayangkan akan terjadi berapa kali resesi global. Ketidakadilan distribusi pendapatan pasti masih akan terjadi. Hal ini tidaklah bersifat khayal jika memang sifat tamak dan rakus terus dipelihara dalam dunia yang minim dengan aturan main. Sifat tamak dan rakus harus diakhiri. Dunia akan menjadi lebih hancur tanpa etika bisnis dan moral ekonomi. Sistem ekonomi global harus diatur ulang dengan moral. Apakah kita masih ingin berada dalam tatanan global seperti saat ini? Sebuah tatanan global yang telah memberikan bukti kehancuran.

(-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar