Minggu, 16 November 2008

Bantuan ke Bakrie Dinilai Tak Etis


Jangan menganakemaskan kelompok tertentu.

JAKARTA -- Sejumlah kalangan menilai pemerintah melanggar etika karena membantu Grup Bakrie dengan menunda pencabutan penghentian sementara perdagangan (suspensi) saham PT Bumi Resources Tbk. 

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Emir Moeis, mengatakan, meski tidak ada hukum yang dilanggar, "Suspensi itu melanggar etika bisnis internasional." 

Muruarar Sirait, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR lainnya, meminta pemerintah tidak pandang bulu, baik dari segi penegakan hukum maupun ekonomi. Apalagi saat ini pemerintah banyak disorot masyarakat. "Terapkanlah reward dan punishment secara adil," katanya. 

Bantuan pemerintah kepada Grup Bakrie itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Jumat lalu. Kalla berdalih, langkah itu diambil sebagai upaya pemerintah melindungi pengusaha nasional. 

Kalla membandingkan bantuan tersebut dengan langkah pemerintah menyelamatkan sejumlah perusahaan milik konglomerat, seperti Bank Central Asia, Bank Internasional Indonesia, dan Astra International, pada 1998. 

Kalla mengatakan bantuan kepada Grup Bakrie hanya berupa pengawasan terhadap pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia. "Masak Bakrie hanya sedikit dibantu satu-dua hari tidak boleh," katanya (Koran Tempo, 14 November). 

Emir mengatakan bantuan pemerintah itu akan menimbulkan anggapan ada ketidakadilan dari pelaku bisnis yang lain. "Pihak lain beranggapan itu tidak adil," katanya. Keberadaan Aburizal Bakrie sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat mudah menimbulkan isu konflik kepentingan. Emir mendesak pemerintah tidak menjadikan kelompok tertentu sebagai anak emas. 

Iman Sugema, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance, mengatakan, meski tidak ada hukum yang dilanggar, pemerintah tidak bisa bertindak sewenang-wenang. 

Argumen Kalla yang menyatakan bahwa pemerintah membantu pengusaha nasional juga dinilai sangat subyektif. "Apa yang menjadi acuan?" Sugema bertanya. 

Seorang pejabat publik, kata dia, seharusnya menggunakan asas kepatutan ketika memberikan preferensi tertentu. Karena itu, dia mendesak menteri dan petinggi partai bersikap profesional. 

Menurut pengamat pasar modal Edwin Sinaga, tidak etis jika pemerintah mencampuri pasar modal. 

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menyatakan bisa memahami langkah pemerintah. "Bumi perusahaan besar, sehingga kejatuhan harga sahamnya bisa mengguncang capital market," katanya. 

Sofjan tidak melihat ada konflik kepentingan antara pemerintah dan Grup Bakrie. Namun, Sofjan meminta pemerintah tetap berlaku adil. Jika ada perusahaan besar lain dengan alasan yang tepat meminta perdagangan sahamnya disuspensi, kata Sofjan, pemerintah juga harus mengabulkannya. ARIF FIRMANSYAH | ARI ASTRI YUNITA | GUNANTO ES | BUNGA MANGGIASIH

Tidak ada komentar: