Minggu, 16 November 2008

Berani Bermimpi


Oleh: Zaim Uchrowi

"Yakinlah, tahun 2045 nusantara jaya memimpin peradaban, bukan hanya di Asia tapi dunia."

Kata-kata itu diucapkan oleh seorang yang para kawan memanggilnya 'Bunda'. Ia Marwah Daud Ibrahim. Ketua ICMI yang lahir dan besar di Soppeng, sebuah pelosok Sulawesi Selatan, ini lama berkecimpung di kancah politik. Tapi ia membawa politik berbeda dari lazimnya politisi. Ia seperti menjauhi 'permainan kekuasaan' (game power). Ia lebih tertarik pada pemberdayaan masyarakat. Hal yang diartikannya dengan langsung turun ke desa tanpa ikatan protokoler apa pun.

Mula-mula ia membuat sebuah pelatihan. 'Merancang Hidup, Merancang Masa Depan'. Sebuah pelatihan yang membantu para anak bangsa untuk mampu menghadapi masa depan secara baik. Saya, alhamdulillah, ikut terlibat dalam pengembangan pelatihan awalnya sebagaimana juga membantu sosialisasi pertama ESQ serta pelatihan awal Kubik Leadership. Membawa pelatihan yang disebutnya MHMMD itu, Marwah turun ke pelosok-pelosok desa. Hal yang dimanfaatkannya buat mendengar dan menyemangati masyarakat. Juga buat menggali apa potensi desa, dan mencarikan jejaring yang mungkin mampu membantu menumbuhkan potensi tersebut.

Ketulusan dan kesungguhan memang kekuatan. Beberapa tahun berkeliling desa di berbagai wilayah nusantara membuat Marwah punya jejaring kuat di desa. Jejaring yang mendefinisikan diri sebagai Perhimpunan Masyarakat Desa Nusantara (PMDN), dan meyakini bahwa 'Bunda' adalah sosok pemimpin terbaik bangsa ini. Keyakinan yang mengantarkan pada dukungan menjadi Calon Presiden 2009. Dukungan yang dinyatakan lewat peluncuran visi 'Nusantara Jaya 2045'.

Dukungan itu menggembirakan. Marwah dengan kerja kerasnya mulai didudukkan bersama para pemimpin kelas atas yang dipandang layak memimpin bangsa ini. Marwah mulai diposisikan untuk berkompetisi dengan para pemimpin mapan seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, dan Megawati; dengan 'para penantang' seperti Prabowo Subianto, Sri Sultan Hamengkubuwo X, serta Wiranto; juga dengan para sahabat saya yang sungguh-sungguh memikirkan nasib bangsa dan punya kapasitas kepemimpinan yang baik seperti Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, dan Soetrisno Bachir. Makin banyak orang baik dan berkemampuan memimpin yang berani tampil menjadi calon presiden akan lebih baik bagi bangsa ini. Masyarakat akan punya pilihan lebih banyak untuk menguji: Siapa yang benar-benar paling baik serta mampu memimpin Indonesia ke depan?

Terlepas dari kaitan politik yang mengiringinya, akan selalu ada pertanyaan yang tertuju pada lontaran Marwah. Bagaimana Indonesia bisa jaya di tahun 2045? Bukankah kondisi bangsa ini masih compang-camping? Ekonomi dunia yang tengah terpuruk juga bukan kondisi baik buat bangkit Indonesia. Apa yang harus diperbuat? "Ayo berani bermimpi!" Begitu Marwah menjawab keraguan itu. "Kelemahan kita sebagai bangsa adalah tidak berani bermimpi."

Marwah sudah menunjuk satu persoalan paling mendasar bangsa ini. Tak berani bermimpi. Padahal, 'mimpi' atau cita-cita adalah tujuan ke mana harus melangkah. Tanpa tujuan, langkah tak akan sampai ke mana-mana. Bila tak sampai ke mana-mana, yang muncul hanya akan saling menyalahkan. Itu yang sering terjadi di negeri ini. Maka, mari bermimpi. Mari bercita-cita. "Tibalah sebelum berangkat," begitu ungkapan Bugis yang dikutip Marwah. Punyailah tujuan sejelas-jelasnya sebelum melangkah. Bangsa ini harus merancang hidup, dan merancang masa depannya. Itu yang telah diserukan Marwah. Itu pula yang semestinya diserukan seluruh anak bangsa ini pada dirinya sendiri.

(-)

Tidak ada komentar: