Senin, 08 September 2008

Asing Kuasai Aset Bank

Bank Indonesia Akan Sulit

Mengarahkan Kebijakan Moneter

Senin, 8 September 2008 | 00:43 WIB 

Jakarta, Kompas - Industri perbankan nasional ternyata telah dikontrol pihak asing. Porsi kepemilikan asing terus meningkat hingga hampir separuh total kapasitas perbankan. Semakin tinggi porsi asing, kian sulit mengontrol perbankan dalam menjalankan fungsi sebagai pendukung utama pertumbuhan ekonomi.

Riset majalah Infobank mencatat kepemilikan asing atas aset perbankan nasional per Juni 2008 mencapai 47,02 persen. Ini berarti aset perbankan yang dikuasainya mencapai Rp 960 triliun dari total aset senilai Rp 2.041 triliun.

Sebaliknya, porsi kepemilikan pemerintah yang diwakili bank- bank berstatus badan usaha milik negara (BUMN) dan sebagian bank swasta terus menurun hingga hanya 35 persen. Padahal, sebelumnya, bank-bank BUMN menguasai lebih dari separuh aset industri perbankan.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono akhir pekan lalu di Jakarta mengatakan, situasi ini amat berbahaya mengingat perbankan merupakan jantung perekonomian.

Porsi kepemilikan asing terus meningkat sejak krisis tahun 1998 hingga kini. Pada 2005, porsi kepemilikan asing terhadap aset perbankan sebesar 42,33 persen dipicu oleh maraknya pembelian bank-bank swasta nasional besar yang dijual Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Tercatat kala itu bank-bank besar yang sebelumnya dimiliki pengusaha nasional, seperti BCA, Danamon, BII, Niaga, Permata, dan Lippo, berpindah ke investor asing, terutama Singapura dan Malaysia.

Selama kontrol masih di tangan bangsa sendiri, kepemilikan asing sebenarnya bermanfaat, apalagi dalam situasi minimnya dana investasi dalam negeri. Investor asing biasanya membawa modal segar dan inovasi baru yang memperkaya perbankan dalam negeri.

Namun, jika tidak terkontrol, kepemilikan asing bisa meningkatkan risiko perekonomian. Pengamat perbankan, Iman Sugema, mengatakan, bank yang dimiliki asing cenderung lebih banyak berekspansi kredit ke sektor konsumsi. Padahal, yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan lebih berkulitas dan berkesinambungan ialah kredit investasi dan modal kerja.

Ekonom BRI Djoko Retnadi mengatakan, selama ini perbankan sangat berperan dalam mekanisme kebijakan moneter. Jika didominasi asing, tentu lebih sulit bagi BI untuk mengarahkan kebijakan moneter. Padahal, kebijakan moneter amat dibutuhkan untuk kestabilan ekonomi.

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengatakan, situasi ini akan membuat pihak asing memiliki akses yang kuat terhadap data dan jaringan perekonomian dalam negeri. ”Dampaknya, perekonomian Indonesia semakin mudah dipenetrasi pihak asing, yang ujungnya akan meningkatkan ketergantungan pada asing,” katanya. (FAJ)

 

Tidak ada komentar: