Jumat, 19 September 2008

Sektor Riil Terimbas Turbulensi Keuangan


Kinerja Ekspor ke AS Anjlok
Jumat, 19 September 2008 | 00:34 WIB

Jakarta, Kompas - Krisis keuangan yang mengguncang Amerika Serikat, yang ditandai dengan kebangkrutan perusahaan sekuritas Lehman Brothers, bukan sekadar memengaruhi transaksi finansial di berbagai negara, termasuk Indonesia, tetapi juga bakal menekan ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat mengingatkan adanya potensi pelemahan ekspor itu seusai Rapat Koordinasi Kadin Bidang Perdagangan dan Distribusi, Kamis (18/9) di Jakarta.

Kadin memperhitungkan, krisis finansial AS berpotensi menekan ekspor Indonesia ke AS hingga 20 persen, setidaknya pada triwulan IV-2008. Padahal, AS adalah negara tujuan ekspor terbesar setelah Jepang.

”Dalam turbulensi begitu, ekspor Indonesia ke pasar AS pasti anjlok. Ini menunjukkan kita semakin tidak bisa mengandalkan ekspor ke AS,” ujar Hidayat.

Sebelum guncangan krisis finansial AS kali ini, perlambatan pertumbuhan ekonomi AS akibat kisruh sektor properti AS tahun 2007 telah menekan ekspor Indonesia ke pasar negara itu. Tahun 2007, ekspor Indonesia ke pasar AS hanya tumbuh 5 persen, jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS pada 2002-2006 yang mencapai 12 persen per tahun.

Meski begitu, pada periode Januari-Juli 2008 ekspor Indonesia ke AS mencatatkan pertumbuhan sekitar 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Penurunan kinerja ekspor, diperkirakan Hidayat, terjadi pada triwulan terakhir tahun 2008.

Melemahnya pasar AS membuat diversifikasi pasar ekspor makin mendesak. ”Kalaupun masih bertahan di pasar AS, pembeli di sana setidaknya akan meminta negosiasi harga. Karena itu, kita perlu mengalihkan ekspor ke pasar lain,” ujarnya.

Pasar AS antara lain menjadi tujuan ekspor terbesar bagi produk tekstil Indonesia. Sekitar 43 persen dari total ekspor tekstil diserap pasar AS pada 2007. ”Sekarang kita sedang merintis pasar baru untuk tekstil di Jepang dan Afrika Selatan,” ujar Hidayat.

Disetir pasar

Wakil Ketua Komite Tetap Kadin untuk Pengembangan dan Pem>w 9636mw 9736m

Masalahnya, kinerja ekspor Indonesia justru banyak bersandar pada komoditas primer.

”Padahal, ekspor komoditas itu bersifat market driven. Pasarlah yang menentukan kebutuhan suplainya. Berbeda dengan produk manufaktur yang lebih bisa ditentukan oleh produsennya. Untuk manufaktur, potensi pengembangan pasar baru lebih besar,” ujar Handito.

Di sisi lain, pengembangan produksi manufaktur di dalam negeri juga sedang tertekan oleh kebijakan keuangan ketat yang diterapkan Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjaga lonjakan inflasi. ”Sekarang bukan saat yang tepat bagi industri untuk berekspansi. Saya rasa sekarang pemerintah fokus untuk menyelamatkan makroekonomi dulu,” kata Hidayat. (DAY)

Tidak ada komentar: