Rabu, 15 Oktober 2008

Anatomi Sebuah Krisis

Barry Eichengreen

  • Guru Besar Ekonomi pada University of California, Berkeley.

    Untuk keluar dari kemelut keuangan yang terjadi saat ini, dibutuhkan pemahaman bagaimana kita sampai bisa terjerumus ke dalam kemelut itu. Penyebab dasarnya, menurut orang-orang seperti John McCain, adalah ketamakan dan korupsi di Wall Street. Walaupun tidak seorang pun membantah adanya motif-motif rendah seperti itu, menurut saya, akar krisis itu terletak pada keputusan-keputusan kebijakan yang merentang jauh ke belakang puluhan tahun lalu.

    Di Amerika Serikat, ada dua keputusan utama. Pertama, pada 1970-an, deregulasi komisi yang diberikan kepada pialang saham. Kedua, pada 1990-an, dicabutnya restriksi Glass-Steagall Act mengenai dicampurkannya perbankan umum dan perbankan investasi. Pada masa berlakunya fixed commission, bank investasi bisa hidup nyaman dari booking perdagangan saham. Deregulasi berarti persaingan dan margin yang semakin tipis. Dicabutnya restriksi-restriksi Glass-Steagall Act kemudian memungkinkan bank umum merambah ke wilayah tradisional bank investasi.

    Bank investasi merespons perambahan itu dengan diversifikasi ke bisnis-bisnis baru, seperti menciptakan dan mendistribusikan (create and distribute) sekuritas derivatif yang kompleks. Mereka meminjam uang dan mengolahnya untuk mempertahankan tingkat laba. Langkah ini menimbulkan penyebab pertama terjadinya krisis: model sekuritas originate and distribute serta pemanfaatan leverage yang ekstensif.

    Penting dicatat bahwa semua ini merupakan konsekuensi dari keputusan kebijakan yang pada dasarnya sehat. Sementara itu, deregulasi memungkinkan investor kecil memperdagangkan saham dengan lebih murah, yang membuat mereka bisa berkembang. Namun, masuknya bank investasi dalam kegiatan yang lebih berisiko akibat perubahan kebijakan ini, berada sepenuhnya di luar jaring regulasi, merupakan bencana.

    Begitu pula dengan dicabutnya restriksi-restriksi Glass-Steagall Act merupakan langkah yang sehat. Perusahaan-perusahaan konglomerat membiarkan lembaga-lembaga keuangan melakukan diversifikasi usaha. Dan, dengan bercampur mereka dengan bank umum, bank investasi dapat mendanai operasinya dengan menggunakan deposito yang relatif stabil, bukan dari pasar uang yang sering berubah. Model semacam ini terbukti berjalan baik di Eropa selama berabad-abad lamanya dan manfaatnya tampak di Amerika, bahkan saat ini dengan dibelinya Merrill Lynch oleh Bank of America.

    Namun, terbentuknya konglomerasi itu memakan waktu. Dalam jangka pendek, Merrill, seperti bank-bank investasi lainnya, diizinkan menduakalilipatkan taruhannya. Ia tetap berada sepenuhnya di luar pengawasan badan regulator.

    Sebagai suatu entitas yang berdiri sendiri, ia rentan terhadap fluktuasi pasar. Dibutuhkan suatu krisis yang mengancam keseluruhan sistem keuangan untuk memicu terbentuknya konglomerasi yang tak terhindarkan itu.

    Suatu unsur lainnya dalam krisis yang terjadi saat ini adalah kebijakan yang menyebabkan ketidakseimbangan global. Pemerintahan Bush memangkas suku bunga setelah terjadinya resesi pada 2001. Sementara itu, inovasi keuangan menyebabkan kredit semakin murah dan mudah diperoleh. Ini sudah tentu tidak lain adalah cerita mengenai kredit perumahan dalam bentuk samaran. Akibatnya adalah meningkatnya belanja dan merosotnya tabungan rumah tangga di Amerika.

    Sama pentingnya adalah kebangkitan Cina dan turunnya investasi di Asia setelah terjadinya krisis keuangan pada 1997-1998. Dengan meningkatnya tabungan Cina, hampir 50 persen dari PDB-nya, semua uang itu harus disalurkan ke mana saja. Sebagian dibelikan obligasi pemerintah Amerika dan obligasi yang dikeluarkan Fannie Mae and Freddie Mac. Aliran dana ini menopang dolar dan mengurangi ongkos pinjaman bagi rumah tangga di Amerika, mendorongnya hidup di luar kemampuannya. Ia juga menciptakan pasar yang lebih bergairah untuk sekuritas yang dikeluarkan Freddie and Fannie, yang menggerakkan mesin originate and distribute.

    Sekali lagi, semua ini bukan semata kesalahan kebijakan. Mengangkat satu miliar rakyat Cina dari kemiskinan jelas merupakan peristiwa penting pada zaman kita saat ini. Respons yang cepat oleh Federal Reserve telah mencegah memburuknya resesi pada 2001. Tapi ada akibat yang tidak diperkirakan lebih dulu. Gagalnya badan regulator memperketat standar modal dan pinjaman di saat melimpahnya capital inflow beserta kebijakan Federal Reserve yang longgar telah mencetuskan booming kredit yang tidak terkendali. Gagalnya Cina bertindak lebih cepat untuk mendorong belanja domestik yang lebih besar serta pendapatan yang kian tinggi telah menambahkan bensin ke dalam api.

    Sekarang sektor keuangan yang menggelembung itu dipaksa menahan diri. Beberapa outcome, seperti perkawinan antara Bank of America dan Merrill Lynch, ternyata lebih sukses dibandingkan dengan yang lainnya. Contohnya bangkrutnya Lehman Brothers. Tapi, bagaimanapun juga, bakal terjadi downsizing. Banyak bank sentral asing menderita kerugian akibat investasi yang ceroboh. Sementara itu, mereka menyerap kerugian yang diderita atas obligasi yang mereka beli dari US Treasury dan agen sekuritas, yang membuat arus modal ke Amerika bakal menurun. Defisit neraca pembayaran Amerika dan surplus negara-negara Asia akan mengerut. Di Amerika, rumah tangga harus mulai menabung lagi.

    Anehnya, dolar justru menguat pada pekan-pekan terakhir ini. Dengan tidak dipandangnya lagi Amerika sebagai pemasok aset keuangan berkualitas tinggi, maka dolar dijangka akan melemah lagi. Menguatnya dolar mencerminkan reaksi knee-jerk investor yang berbondong-bondong membeli obligasi US Treasury sebagai safe haven. Patut diingat bahwa hal yang sama terjadi pada Agustus 2007, ketika krisis kredit perumahan mulai melanda. Tapi begitu investor sadar akan parahnya krisis keuangan yang dihadapi Amerika, dolar akan kembali turun. Sekarang, sementara investor mengingat kembali masalah keuangan yang dihadapi Amerika, kita akan menyaksikan lagi turunnya dolar.

    Dengan menekankan ketamakan dan korupsi sebagai penyebab terjadinya krisis, bisa menimbulkan prognosis yang muram. Kita tidak bisa mengubah sifat alami manusia. Kita tidak bisa meminta investor mengurangi ketamakan mereka. Tapi penekanan persoalan pada keputusan kebijakan memberikan outlook yang lebih optimistis. Kita tidak selalu bisa mencegah konsekuensi yang tidak kita maksudkan semula. Kesalahan kebijakan tidak selalu dapat dihindari. Tapi ia setidak-tidaknya bisa dikoreksi. Namun, semua ini membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam akan akar terjadinya krisis keuangan yang terjadi saat ini.

    Hak cipta: Project Syndicate, 2008.

  • Tidak ada komentar: