Kamis, 09 Oktober 2008

AS dan Masa Depan Kapitalisme



Oleh
Tutut Herlina

Jakarta–Kongres Amerika Serikat (AS) telah menyetujui program paket penyelamatan dana sektor keuangan AS senilai US$ 700 miliar. Presiden George Bush yang sebelumnya sempat dibuat pusing oleh penolakan Kongres atas usulan bailout yang diajukannya, langsung mengaku lega. Para pemimpin dunia pun menunjukkan sikap sama. Tindakan Kongres itu dinilai akan mengurangi hancurnya perekonomian global.
Namun, tak sedikit kalangan yang menaruh sikap pesimistis atas tindakan yang diambil Kongres. Mereka menilai talangan dana ke sektor keuangan AS itu tidak cukup. Korporasi AS saat ini membutuhkan dana, lebih karena lembaga keuangan AS sudah terjebak dalam utang beracun (toxic debt) yang berasal dari sektor perumahan. Kredit tersebut tidak dapat lagi dibayari dan membangkrutkan korporasi raksasa AS yang terjerat utang.
Apalagi, Bush sendiri mengaku, kerugian akibat penolakan paket penyelamatan oleh Kongres sebelumnya mencapai US$ 1 triliun. Saat ini pun, FBI sudah mengusut para eksekutif Lehman Brothers, AIG, Fannie Mae dan Freddie Mac dengan dugaan penipuan.
Di samping itu, dana yang digelontorkan berasal dari pajak rakyat, sehingga penggunaan dana itu dipastikan akan membawa dampak pada sektor lain, seperti pemotongan dana untuk infrastruktur, pendidikan, maupun kesehatan. Dalam sebuah sistem perekonomian pasar, penyelamatan satu sektor dengan mengorbankan sektor lain justru akan merusak pasar itu sendiri.
Lantas bagaimana? Apa yang terjadi di AS saat ini telah mengingatkan pada apa yang dikatakan Karl Marx. Pada abad ke-18, ia dengan tegas mengatakan, ada hukum mati di dalam kapitalisme itu sendiri. Marx juga mengatakan, salah satu cara utama yang digunakan para kapitalis untuk mengatasi (sementara) kontradiksi sistem mereka adalah lewat pembangunan perdagangan dunia. Inilah makna globalisasi: intensifikasi pembagian kerja internasional, dalam periode terakhir. Namun, sebagaimana juga telah dijelaskan Marx, pada akhirnya ini hanya mereproduksi kontradiksi pada skala yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Mencari Musuh
Selama ini, memang menjadi watak kapitalis, AS hidup dari keberadaan ”setan-setan” yang diciptakan oleh negeri itu sendiri. Setelah memenangi perang dunia kedua, AS menjadi negara yang bisa–untuk sementara waktu–mengatur politik dan ekonomi dunia.
Namun, di sisi lain, perang dunia juga telah memunculkan komunisme yang tujuan utamanya untuk meruntuhkan kekuasaan kapitalis.
Menurut ahli politik dari AS Noam Chomsky, untuk mempertahankan kekuasaan imperialisme itu, AS mendorong terciptanya perang dingin dengan memunculkan persaingan senjata canggih. Tetapi, begitu komunisme runtuh di Uni Soviet, AS harus membuat musuh baru. Supaya dalih intervensi yang melampaui perbatasan negerinya dibenarkan, AS memunculkan setan baru bernama terorisme, lalu lintas obat bius, dan fundamentalisme muslim.
Tetapi, keserakahan negara adi daya tersebut, menurut ahli ekonomi Kanada, Frederick F Clairmonte dan John Cavanagh justru akan membawa AS dan negeri kapitalis lainnya masuk dalam jurang. Pada tahun 1987 mereka malah sudah meramalkan, krisis utang tidak akan terbatas pada dunia ketiga. Dengan menggunungnya utang AS, ambruknya ekonomi dunia ketiga juga akan berimbas pada negeri-negeri kapitalis.
Dalam argumen mereka, utang-utang yang mematikan dari sebuah kebijakan oligarki korporasi-politik yang tolol karena tanpa memahami kepentingan nasional yang lebih dalam akan menimbulkan kekacau-balauan ekonomi, tidak saja pada AS tetapi juga perdagangan internasional. Dan ini akan berlangsung dalam urutan waktu. ”Kapitalisme AS keseluruhannya hidup atas waktu pinjaman dan uang pinjaman,” kata mereka.
Ahli ekonomi Ted Grant dan Alan Woods mengatakan, ekspansi kredit dan utang memang cepat mendorong pasar melampaui batas-batas normalnya, tetapi pada titik tertentu ini pasti akan berbalik ke arah yang berlawanan. Selama boom, kredit kelihatan tak terbatas, namun begitu krisis muncul, ilusi tersebut tergoncang. Pengembalian tertunda, komoditas tak terjual dalam pasar yang jenuh, dan harga-harga jatuh. Akumulasi utang pada analisis terakhir membuat krisis semakin dalam dan lebih panjang daripada yang seharusnya.
Modal fiktif, kata mereka, merupakan surat "kekayaan" yang disebabkan oleh spekulasi. Ini telah memainkan peranannya dalam setiap boom dalam sejarah kapitalisme. Dalam periode gerakan naik, ada demam permintaan modal dan pengejaran irasional untuk laba cepat dan uang mudah. Borjuis selalu mendapatkan uang dari uang (M-M1) tanpa usaha keras dalam produksi. Inilah asal-usul perjudian pasar modal dan berbagai jenis spekulasi yang lain.
Selama periode boom, sejumlah besar modal fiktif dihasilkan dan dianggap valid, walaupun kurang memiliki basis nyata. Di AS dalam boom saat ini fenomena ini telah mencapai proporsi yang paling luar biasa. Tidak hanya harga-harga di Wall Street yang telah digelembungkan sampai pada titik di mana pada akhirnya meletus juga.
Memang, untuk sementara waktu, kapitalisme secara parsial mampu mengatasi hambatan-hambatan ini dengan beberapa cara, seperti membangun perdagangan dunia dan ekspansi kredit. Produksi kapitalis juga terus-menerus terlibat dalam upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, namun produksi kapitalis ini mengatasinya dengan cara yang menempatkan hambatan-hambatan yang sama dalam ukuran yang lebih besar.
Dengan cara yang sama, ekspansi perdagangan dunia bisa memberikan jalan keluar untuk sementara, namun hanya dengan biaya guna menyiapkan krisis-krisis yang lebih membawa bencana di masa depan: dan AS pun kini sedang menggali lobang kuburnya sendiri. n

Tidak ada komentar: