Kamis, 09 Oktober 2008

Peran China Dinantikan untuk Mengatasi Krisis


Pasar Abaikan Kucuran Dana, Peran Bank Sentral Makin Mandul

KOMPAS/RIZA FATHONI / Kompas Images
Pialang saham menggulung lembaran rekapitulasi transaksi saham di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (8/10). Perdagangan saham dihentikan pukul 11.08 WIB saat indeks harga saham gabungan merosot tajam hingga 10,38 persen ke posisi 1.451,669. Usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, semalam, Menteri Keuangan ad interim Sofyan Djalil mengatakan perdagangan belum bisa dibuka hari Kamis ini. Pembukaan pada Jumat pun masih harus memerhatikan kondisi pasar.
Kamis, 9 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Beijing, Rabu - Nuansa kepasrahan tercuat dari pernyataan para pemimpin negara terkaya di dunia. Upaya pengguyuran dana ke pasar oleh sejumlah bank sentral tak mampu meredakan kegelisahan pasar. Kini harapan ada pada China untuk menolong.

Rentetan tindakan penurunan suku bunga oleh beberapa bank sentral, Rabu (8/10), berhasil meredakan kepanikan bursa saham. Namun, ini hanya berlangsung sebentar. Tak lama kemudian, indeks Dow Jones di New York malah anjlok lagi 182,95 poin menjadi 9.264,16 poin. Ini melengkapi kejatuhan sebelumnya di hampir semua bursa dunia dan melahirkan rekor baru, seperti yang terjadi di Jepang.

Kejatuhan bursa dipicu anjloknya indeks saham di New York, Selasa, sekitar 500 poin indeks Dow Jones dan kejatuhan indeks Standard & Poor’s ke bawah 1.000 poin, terburuk sejak tahun 2003. ”Planet keuangan berada dalam sebuah krisis total,” kata anggota Dewan Direksi Bank Sentral Eropa, Guy Quaden.

Pemicu terbaru adalah penyerbuan yang dilakukan para nasabah terhadap bank di Eropa untuk menarik simpanan. Pemicu lain adalah keengganan sesama bank saling meminjamkan, yang memacetkan aliran dana perbankan, urat nadi perekonomian global. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.

Ironisnya, kejatuhan ini terjadi setelah paket dana talangan 700 miliar dollar AS sudah ditandatangani Presiden AS George Walker Bush. Kejatuhan juga terjadi setelah Bank Sentral AS menjanjikan akan membeli surat berharga berjangka pendek senilai 900 miliar dollar AS dari pasar. Beberapa negara di Eropa juga menaikkan jumlah simpanan nasabah yang dijamin pemerintah. Namun, semua ini tak mencegah kepanikan di bursa global. ”Pasar tak bergerak. Penyuntikan dana bank sentral ke pasar sama artinya dengan transfusi darah ke tubuh manusia yang urat nadinya tersumbat,” kata Hiroichi Nishi, pialang di Nikko Cordial, Tokyo, Rabu.

Dari Hongkong ke Paris, Singapura ke Frankfurt, investor mencampakkan saham. Investor khawatir otoritas tak lagi berdaya menghentikan krisis terbesar global sejak Depresi Besar 1929 di AS. ”Pasar seperti kerasukan dan penjualan massal terjadi secara global,” kata Matt Buckland, pialang dari CMC Markets, London.

Presiden Bush mengatakan, kekacauan ekonomi menyebabkan kesulitan hidup bagi warga AS. ”Saya ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan semua ini. Namun, krisis belum bisa dihentikan,” kata Bush.

Sadar akan hal itu, Presiden Bush mengatakan telah menghubungi sejumlah pemimpin di Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Italia. Tujuannya, untuk mencari strategi mengatasi krisis. ”Saya berbicara langsung dengan mereka pagi ini untuk mengupayakan tindakan yang terkoordinasi. Kami ingin agar tindakan dilakukan secara efektif,” kata Bush, Selasa.

Gedung Putih mengatakan, Presiden Bush akan terbuka pada ide-ide untuk mengatasi krisis. Ini adalah sebuah perubahan sikap drastis mengingat sebelumnya Presiden Bush selalu abai atas keinginan pemimpin G-8 untuk mengatur sektor keuangan yang sudah berjalan liar.

Michel Camdessus, mantan Direktur Pelaksana IMF, mengatakan, ”Akar krisis adalah minimnya peraturan yang mengontrol sektor keuangan AS.”

Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke, pada hari yang sama di hadapan Asosiasi Nasional Ekonomi Bisnis (National Association for Business Economics) di Washington mengingatkan, krisis keuangan tidak saja memburuk, tetapi juga memperpanjang penderitaan. ”Prospek perekonomian kian buruk,” katanya.

Tak mempan

Perdana Menteri Jepang Taro Aso juga memperlihatkan kepasrahan. ”Para pemimpin Uni Eropa sudah bertemu, tetapi tetap tak bisa meredakan gejolak. Pasar Eropa malah bergolak cepat dan substansial. Saya khawatir akan dampak dari krisis ini terasa di Jepang,” kata PM Aso merujuk pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa, Sabtu lalu.

PM Aso mengatakan, harapan terbaru yang bisa dia sandarkan adalah pertemuan G-7 (AS, Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Jepang, dan Kanada). Namun, PM Aso mengatakan, jika pertemuan G-7 tak mampu meredakan pasar, keadaan malah bisa lebih buruk.

Kini harapan ada pada China. Presiden Bush sudah berbicara langsung dengan Presiden Hu Jintao soal upaya penyelamatan krisis ekonomi.

PM China Wen Jiabao berjanji, negaranya mau mengulurkan tangan untuk mengatasi krisis keuangan AS. Tidak disebutkan uluran tangan yang dimaksud. Namun, beredar informasi yang belum dikonfirmasikan bahwa China akan menggunakan sebagian cadangan devisanya (1,81 triliun dollar AS) untuk membeli surat utang korporasi AS, yang terjebak kemacetan di sektor properti AS.

Keengganan China memegang surat-surat berharga AS dalam setahun terakhir turut mempercepat kejatuhan sektor keuangan AS. Namun, kantor berita Reuters mengatakan, kesediaan China menolong pasti didasari pada tindakan quid pro quo (memberikan sesuatu untuk menerima sesuatu).

”Beijing akan meminta AS membuka pasar lebih besar, termasuk bagi penjualan produk China dan juga pembelian perusahaan AS oleh perusahaan China. China juga akan menuntut peran lebih besar di IMF,” kata Mei Xinyu, peneliti senior dari Departemen Perdagangan China, Rabu. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Tidak ada komentar: