Minggu, 05 Oktober 2008

DANA TALANGAN


"Conditio Sine Qua Non"

EPA/JUSTIN LANE / Kompas Images
Seorang pria, namanya tidak disebutkan, sengaja berdoa di Wall Street, dekat Bursa Saham New York, AS, Rabu (1/10). Tujuannya adalah agar krisis keuangan AS segera teratasi.
Sabtu, 4 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Boleh saja warga biasa AS menggerutu. Atau, boleh saja calon presiden dari Demokrat, Barack Obama, dan calon presiden dari Republik, John McCain, jengkel bahwa akibat keserakahan dan praktik korupsi di Wall Street, negara harus memberi dana talangan sebesar 700 miliar dollar AS untuk menyelamatkan korporasi yang listing di Wall Street.

Namun, dana talangan atau upaya lain untuk menyelamatkan korporasi keuangan AS adalah sesuatu yang tidak boleh tidak, harus dilakukan (conditio sine qua non). Bahkan, kalangan perbankan mengatakan, lakukan segera penyelamatan lalu pertanyaan lakukan kemudian.

Menggugat keadilan? Ini sebenarnya sah-sah saja. Betapa para pelaku Wall Street telah menjadi kaya raya, namun perusahaan tempatnya bekerja dibuat bangkrut. Ini tidak adil karena perusahaan mereka harus ditolong, sementara puluhan juta warga AS sudah jatuh miskin akibat ulah mereka.

Bayangkan, jumlah dana talangan itu setara dengan pendapatan setahun dari 23 juta warga AS dengan pendapatan rata-rata setahun 30.000 dollar AS. Bayangkan, untuk menyelamatkan korporasi AS, pahit katanya, harus membuat 23 juta warga AS merelakan pendapatan setahun. Ini hanya contoh.

Jika ditambah 300 miliar dollar AS lagi, total dana talangan itu setara dengan 1 triliun dollar AS, atau sama dengan pendapatan setahun ASEAN, yang beranggotakan 10 negara dan berpenduduk 580 juta.

Namun, Menteri Keuangan AS Henry Paulson sudah berjuang habis-habisan, bekerja siang malam, agar paket dana talangan itu gol di DPR AS. Ini sebuah nuansa yang menunjukkan urgensi, bukan untuk sekadar menyelamatkan korporasi perusak keuangan global.

Mengapa demikian? Milton Friedman, ekonom kawakan AS peraih Hadiah Nobel, yang meninggal pada usia 94 tahun pada 2006, telah menyalahkan Bank Sentral AS sebagai penyebab makin buruknya depresi besar ekonomi AS tahun 1929.

Menurut Friedman, saat krisis terjadi pada dekade 1930-an, Bank Sentral AS malah mengetatkan peredaran uang dengan menaikkan suku bunga. Ini sama dengan menyumbat aliran air ke sungai yang sudah kering kerontang.

Pesan Friedman, saat peredaran uang seret, otoritas moneter harus melonggarkan aliran kredit agar ekonomi bisa bergerak lagi.

Hal ini juga sesuai dengan anjuran Adam Smith, Bapak Ekonomi, bahwa dalam keadaan ekonomi mengering, pemerintah diharapkan bisa menjadi stimulator bagi perekonomian, dengan mengeluarkan anggaran, jika perlu sampai defisit.

Nah, masalah yang terjadi di AS sekarang, krisis keuangan telah menyebabkan tersendatnya aliran dana. Indeks pasar kredit menunjukkan proses pengeringan dana. Ini menunjukkan pengeringan sumber-sumber permodalan sudah terjadi.

Sesama perbankan di AS dan pinjaman sesama perbankan lintas batas negara juga sudah mengerut. ”Setiap orang menahan diri,” kata Joseph Patterson, Presiden Patterson Capital Management, perusahaan di AS.

Hal ini bisa menyebabkan pengucuran kredit ke sektor bisnis pun mengering. Sejauh ini, Ford sudah melaporkan bahwa penjualan mobil berkurang, penggunaan kartu kredit anjlok, karena aliran dana mulai berkurang.

Bukan itu saja, seandainya dana talangan tidak diberikan, dan lembaga keuangan AS seperti American Insurance General (AIG) tidak ditolong, bayangkan betapa lembaga keuangan dunia akan bereaksi buruk dengan menghentikan atau bahkan menarik polis mereka dari AIG.

Tak cukup

Karena itulah, desakan demi desakan agar DPR AS meloloskan dana talangan bermunculan tidak saja dari dalam negeri AS, tetapi juga dari para pemimpin dunia, seperti Presiden Perancis Nicolas Sarkozy. Bahkan, Uni Eropa terpaksa akan mengadakan pertemuan segera, bagaimana mengantisipasi krisis keuangan, yang dimulai AS.

Namun, jangan lupa, pemberian dana talangan, walau diwujudkan, tidak akan cukup menolong. Hal inilah yang membuat sejumlah anggota DPR AS memberikan penolakan.

Masalahnya, pemberian dana talangan itu sebelumnya tidak diikuti dengan pengaturan pada perilaku eksekutif korporasi AS. Dana talangan itu juga tidak diikuti dengan pengetatan pemberian bonus besar kepada para eksekutif, yang selama ini menikmati kucuran dana dari perusahaan, seperti tantiem, bonus, dan dividen.

Jika hal-hal seperti ini tidak diatur, pemberian dana talangan hanya akan melanggengkan praktik aji mumpung (moral hazard) di Wall Street, alias praktik penipuan keuangan terus berlanjut. Jika hal ini berlanjut, berapa pun uang yang dikucurkan ke korporasi AS akan lenyap di tangan para petualang Wall Street.

Untungnya, kini paket dana talangan diikuti dengan pemantauan ketat perusahaan. Bahkan, FBI juga kini mulai menyelidiki eksekutif Lemhan, Goldman Sachs, Merrill Lynch yang dianggap telah merusak kestabilan keuangan AS, yang merembes ke dunia. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Tidak ada komentar: