Minggu, 12 Oktober 2008

Sendi-sendi Ekonomi AS Keropos

Sendi-sendi Ekonomi AS Keropos
Ahmad Munjin

INILAH.COM, Jakarta - Pelemahan makro ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat saat ini telah bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Padahal paket penyelamatan sebesar US$ 700 miliar telah disetujui Kongres AS.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M Ikhsan Modjo, mengatakan gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan (subprime mortage) dan diikuti bangkrutnya banyak raksasa keuangan itu kini telah menjalar ke seluruh urat nadi perekonomian negara tersebut.

Harga perumahan di AS, kata Modjo, mengalami keruntuhan secara masif. Hal ini mengakibatkan tergerusnya aset rumah tangga yang menekan tingkat pengeluaran, dan pada akhirnya menyebabkan pelemahan output dan meningkatnya pengangguran.

“Pada saat yang sama, kenaikan harga energi dan pangan global akan menurunkan pendapatan riil lebih lanjut. Begitu juga pelemahan ekonomi yang terjadi di negara lain menyebabkan jatuhnya tingkat ekspor sang adidaya,” katanya di Jakarta, kemarin.

Ambruknya harga perumahan juga mengakibatkan runtuhnya aset perusahaan dan lembaga keuangan. Hal itu yang menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan terhadap derajad solvency dan likuditas dari peminjam, atau bahkan terhadap nilai kapital yang dimiliki sang peminjam sendiri.

”Sehingga aliran kredit terhenti dan kemudian menyebabkan tersendatnya aktivitas bisnis,” katanya. Pelemahan sistematis yang berpangkal dari kejatuhan harga perumahan ini menyebabkan ketidakefektifan paket bailout yang dikeluarkan pemerintah AS. Paket ini pada dasarnya hanya berisikan tiga hal. Pertama, diperbolehkannya pemerintah AS mengelontorkan dana sampai sebesar US$ 700 miliar untuk membeli utang kredit perumahan yang bermasalah secara bertahap.

Kedua, dibukanya kemungkinan bagi lembaga penjamin simpanan (Federal Deposit Insurance Corporation, FDIC) untuk menaikan limit penjaminan dari US$ 100.000 menjadi US$ 250.000 per orang. Ketiga, kelonggaran bagi FDIC meminjam dana talangan sebesar apa pun kepada Departemen Perbendaharaan (treasury) jika dibutuhkan.

Berbagai klausul di atas tidak memuat pasal yang membolehkan intervensi secara langsung pemerintah untuk menopang harga rumah yang justru merupakan kunci persoalaan. ”Sehingga bisa diperkirakan bahwa krisis di negara tersebut akan terus berlanjut dan menyebabkan lebih banyak lembaga keuangan berguguran,” katanya.

Sementara itu, gelombang deras dari krisis tersebut telah menyentuh ke berbagai negara lain. Keruntuhan banyak nama-nama tenar di dunia keuangan terjadi di banyak negara. ”Fortis, Hypo Real Estate, Indover, Landsbanki, dan Royal Bank of Scotland adalah secuil dari deretan korban teranyar,” Modjo menandaskan.

Dengan episentrum krisis yang masih membara, serta riak-riak yang semakin bertebaran di berbagai belahan dunia, maka gelombang panas serupa juga akan atau bahkan telah menyentuh perekonomian nasional.

Untuk itu, Modjo merekomendasikan dari sisi kelembagaan dan pencegahan kejatuhan pertumbuhan dengan melakukan percepatan impelementasi Perppu protokol krisis dan menyampaikannya secara gamblang kepada publik tentang berbagai skenario yang ada.

Juga mewaspadai politik dumping dari negara-negara yang ingin merelokasi ekspornya ke Indonesia dengan senantiasa menyesuaikan tarif bea masuk bila perlu. Selain itu perlu disiapkan skema darurat yang memungkinkan BI terjun langsung dan memotong intermediasi perbankan dalam menjamin kelancaran likuditas perusahaan dan lalu-lintas ekspor.

Pemerintah juga perlu melakukan implementasi secara seksama dan konsisten berbagai kebijakan insentif ekspor yang sudah ada. Tak lupa perlu menyiapkan insentif pada pengusaha lokal untuk menggarap pasar domestik sebagai bentuk kompetisi impor serta memberikan prioritas yang sama kepada pengusaha domestik dan asing dalam investasi. [E1]

Tidak ada komentar: