Senin, 27 Oktober 2008

"Soempah Pemoeda", Semangat Luntur


Senin, 27 Oktober 2008 | 00:24 WIB

Oleh BE JULIANERY

Kepaduan dalam ikatan kebangsaan yang bernama Indonesia kini dirasakan makin lemah. Suara kaum muda, yang pada awal zaman pergerakan menyerukan persatuan Indonesia, kian jarang terdengar. Sebaliknya, semangat kedaerahan makin kental terasa.

Tahun lalu dalam peringatan 79 Tahun Sumpah Pemuda di Taman Komunikasi Kanisius, Yogyakarta, 31 Oktober 2007, Franz Magnis-Suseno, guru besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, menyatakan, salah satu tantangan terhadap perasaan kebangsaan adalah egoisme dan kepicikan perasaan kedaerahan.

Dalam sistem politik pascareformasi saat ini, bentuknya bisa muncul bermacam-macam. Dalam konteks desentralisasi kekuasaan (otonomi daerah), di mana tuntutan persamaan hak dan kesejahteraan didasarkan kepada identitas kedaerahan, pemekaran wilayah adalah muaranya.

Di sisi lain, laju perubahan sistem dan struktur politik yang luar biasa selama 10 tahun terakhir telah memberikan berbagai ruang politik, sosial, dan ekonomi yang baru bagi semua pihak. Sayangnya, bersamaan dengan munculnya peluang itu, kaum muda juga terjebak dalam pergumulan nilai yang acap kali bernuansa dangkal.

Kaderisasi parpol ditanggapi tergagap oleh parpol dengan menyingkirkan kader partai yang dianggap menyuarakan kepentingan berbeda dengan opini elite parpol. Demikian juga dalam pencalegan, kader dikalahkan oleh semata popularitas selebriti dalam upaya mengejar kemenangan.

Akumulasi kegagapan politik elite, baik secara sektoral-kewilayahan maupun kategorik, pada akhirnya merembet kepada kondisi sosial masyarakat kaum muda yang terwujud dalam persoalan remeh-temeh seperti tawuran mahasiswa, tawuran antarkampung, sikap pragmatis-konsumtif, dan sikap tidak disiplin.

Pembangunan semangat kebangsaan yang dewasa tampaknya memang sedang menjadi ujian berat bagi Indonesia saat ini. Dalam rangkaian jajak pendapat tahunan Kompas tentang Sumpah Pemuda tercermin makin terpuruknya kiprah kaum muda dalam pembangunan rasa kebangsaan tersebut.

Saat ini tiga kali lipat lebih banyak publik yang menilai makin lunturnya semangat persatuan bangsa Indonesia dibandingkan dengan yang berpendapat sebaliknya. Penonjolan kepentingan daerah daripada kepentingan nasional oleh kaum muda juga semakin dominan dirasakan tiga dari empat responden.

Di mata separuh responden, kaum muda dinilai memiliki kecenderungan merusak daripada memupuk semangat persatuan meski di sisi lain diakui pula mereka kini lebih berani menyuarakan pendapat, sikap kritis terhadap pemerintah.

Kuatnya primordialitas

Perubahan dalam berbagai aspek kehidupan telah membuat wajah Indonesia sangat berbeda dengan zaman pergerakan saat sumpah pemuda dikumandangkan. Kebebasan politik, ekonomi, dan gaya hidup menjadi ciri yang lekat dengan kekinian.

Kaum muda masa kini bergelut dengan kesulitan riil (dan ilusif) di tengah keinginan untuk tetap menjaga ikatan-ikatan primordial dan tradisi asal. Mereka, misalnya, merasa lebih baik jika dalam rumah tangganya yang ada hanyalah ”ke-ika-an” dibandingkan dengan kebhinnekaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, lebih dari tiga perempat responden (76,5 persen) mengaku masih terikat dan mematuhi tata krama, atau adat istiadat serta tradisi asal mereka, meski separuh dari mereka tidak lagi tinggal atau menetap di daerah asal.

Perkembangan zaman telah membuat semakin mudah orang muda berinteraksi sosial, termasuk dalam urusan mencari pasangan hidup. Namun, separuh responden (55,3 persen) mengakui sejak awal memilih pasangan hidup (istri atau suami) dari etnis, suku bangsa, dan agama yang sama dengan dirinya.

Sulit dimungkiri, menguatnya ”politik simbol-identitas” yang melanda masyarakat membuat kaum muda sering kali tak memiliki banyak pilihan, apalagi jika masih terkait persoalan nilai tradisi atau keluarga. Menerjemahkan semangat persatuan kebangsaan dalam kondisi demikian jelas bukan urusan kaum muda semata.

Dalam konteks nasional, di antara berbagai hal yang dianggap melemahkan persatuan Indonesia, persoalan ekonomi dan kesenjangan sosial dinilai 62 persen responden sebagai faktor utama. Sedikit responden (28,2 persen) menyebut, persatuan melemah karena perbedaan ideologi dan perasaan tidak diperhatikan pemerintah pusat yang ujung-ujungnya adalah keinginan memisahkan diri dari Republik.

Modal persatuan

Warga Nusantara yang bhinneka, berasal dari berbagai etnis dan agama, pernah berikrar menjadi ”ika”—satu kesatuan—pada 28 Oktober 1928 di Jakarta yang pada masa itu bernama Batavia. Sumpah Pemuda dikumandangkan.

Hanya saja, menjaga ikatan persatuan itu barangkali memang bukan urusan mudah. Di seluruh Indonesia terdapat 1.068 suku bangsa dengan 746 bahasa daerah. Dengan kondisi seperti ini, hanya dengan keterbukaan, menghormati perbedaan, atau menerima pluralisme sajalah persatuan Indonesia dapat dipertahankan.

Pluralisme, seperti dijelaskan Franz Magnis-Suseno, adalah kesediaan menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, budaya, dan keyakinan agama yang berbeda, serta kesediaan untuk hidup, bergaul, dan bekerja sama serta membangun negara bersama.

Meskipun dipandang perlu, peringatan seremonial saja Sumpah Pemuda tidak cukup. Pemahaman nilai-nilai yang mempersatukan itulah yang tampaknya lebih dibutuhkan. Tiga perempat responden berpendapat, orangtua/keluarga, serta tradisi/budaya di masyarakat sangat strategis dipakai untuk menanamkan nilai kebhinnekaan yang luntur saat ini.

Dalam pandangan publik, tiga pilar setidaknya masih menjadi modal untuk menggali nilai persatuan, yaitu kekayaan alam, tradisi luhur, dan semangat gotong royong.

Ketiganya masih menjadikan mereka bangga sebagai orang Indonesia. Paling tidak, untuk kompensasi terhadap ironi tingginya korupsi, kemiskinan, dan berbagai ketertinggalan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. (Litbang Kompas)

1 komentar:

infogue mengatakan...

Artikel anda:

http://nasional.infogue.com/
http://nasional.infogue.com/soempah_pemoeda_semangat_luntur

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!