Rabu, 22 Oktober 2008

Program Penjaminan Simpanan


Rabu, 22 Oktober 2008 | 03:00 WIB

C Harinowo


Satu per satu negara di dunia mulai menerapkan program penjaminan simpanan perbankan. Pemerintah Indonesia meningkatkan penjaminan hingga 20 kali lipat, dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar.

Di Eropa, negara pertama yang menerapkan sistem ini dalam krisis saat ini adalah Irlandia, disusul Jerman dan Inggris. Di Asia Pasifik, Australia adalah yang pertama menerapkan. Dan yang terakhir adalah Hongkong, Malaysia, dan Singapura yang menerapkan program penjaminan simpanan secara penuh (full blanket guarantee scheme). Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap perbankan sehingga mereka tetap menaruh simpanannya di sistem perbankan.

Dalam krisis moneter Asia tahun 1997, banyak negara menerapkan sistem itu, antara lain Korea, Thailand, dan Indonesia. Bahkan, Jepang, yang sebetulnya memiliki sistem asuransi deposito cukup andal, akhirnya juga menerapkan full blanket guarantee scheme guna menjaga kepercayaan nasabah kepada perbankan Jepang yang saat itu sedang babak belur. Bahkan, berdasarkan statistik, sistem penjaminan penuh itu diterapkan 29 persen dari negara yang terkena krisis perbankan.

Ketika perekonomian pulih, sistem itu dicabut dan diganti asuransi deposito atau semacamnya dengan jumlah penjaminan yang lebih terbatas. Di Indonesia, sistem itu diganti dengan penjaminan simpanan hingga Rp 100 juta melalui pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan.

Pengalaman Indonesia

Sistem penjaminan simpanan diterapkan secara penuh di Indonesia sejak 26 Januari 1998. Sistem itu didesain pemerintah dengan bantuan Dr Stefan Ingves yang memiliki pengalaman sebagai Kepala BPPN Swedia saat negara itu diamuk krisis perbankan tahun 1992. Kini Stefan Ingves menjabat Gubernur Bank Sentral Swedia. Banyak pihak sering mempertanyakan sistem ini dan dianggap sebagai biang keladi timbulnya beban penyelamatan perbankan yang berjumlah ratusan triliun rupiah. Benarkah demikian?

Krisis moneter yang dihadapi Indonesia sejak Juli 1997 menjadi lebih parah dengan ditutupnya 16 bank. Penutupan bank itu, yang sebetulnya dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan nasabah, ternyata justru menghancurkannya. Terjadilah apa yang disebut flight to quality, yaitu pemindahan simpanan bank dari bank-bank yang dianggap berisiko ke bank-bank yang dianggap lebih baik.

Sementara itu, juga terjadi pemindahan dana perbankan dari dalam negeri ke luar negeri sehingga semakin melemahkan nilai rupiah. Yang terparah adalah penarikan simpanan dari bank-bank untuk ditukarkan dalam bentuk uang tunai. Bahkan, banyak kasus di mana uang tunai yang ada di luar sistem perbankan itu akhirnya disimpan di safe deposit-nya bank-bank. Inilah ironi yang terjadi.

Penarikan simpanan bank untuk ditukar uang tunai terjadi dengan skala amat masif dalam beberapa bulan menjelang diterapkan sistem penjaminan itu. Rasanya tidak berlebihan untuk mengatakan, jika penerapan sistem penjaminan itu terlambat satu, keadaan pasti akan jauh lebih buruk dibandingkan perkembangan yang terjadi saat itu. Dengan diterapkannya sistem penjaminan itu, uang yang sudah ditarik nasabah lalu disimpan kembali di bank-bank. Dalam jangka satu minggu, penyimpanan kembali uang tunai dalam sistem perbankan kita mencapai puluhan triliun rupiah, lebih dari separuh yang sudah ditarik sebelumnya.

Melihat pengalaman itu, bisa dikatakan sistem penjaminan simpanan secara penuh bersama sistem penjagaan fasilitas valuta asing yang tercakup dalam apa yang disebut dengan Frankfurt Agreement merupakan kunci dari titik balik Indonesia dari krisis itu. Setelah diterapkannya kedua sistem itu, pemulihan secara bertahap terjadi meski diselingi kerusuhan Mei 1998 dan turunnya Presiden Soeharto. Selebihnya pemulihan berlangsung dan sepenuhnya pulih tahun 2003 atau 2004.

Melihat pengalaman itu, penerapan sistem penjaminan simpanan secara penuh bukan biang keladi beban restrukturisasi perbankan yang harus ditanggung pemerintah. Bahkan, jika sistem itu tidak diterapkan, diyakini kerugiannya justru jauh berlipat-lipat. Barangkali penerapannya saja yang sedikit terlambat, yaitu seharusnya dilakukan saat tanda-tanda krisis akan terjadi sebagaimana kemudian dilakukan Pemerintah Jepang dan seharusnya dilakukan sebelum penutupan 16 bank itu.

Langkah preventif

Melihat pengalaman itu, bisa dikatakan sistem penjaminan simpanan secara penuh itu sebetulnya merupakan alat preventif untuk menghadapi krisis. Penerapan alat ini diharapkan bisa mencegah tererosinya kepercayaan nasabah kepada perbankan. Jika sistem itu efektif dalam menangani psikologi nasabah, penerapan sistem itu justru bisa dilakukan tanpa biaya sama sekali karena bank-bank akan berhasil diselamatkan. Inilah yang ditekankan Pemerintah Malaysia saat menerapkan sistem itu beberapa waktu lalu.

Dengan sifat seperti itu, peningkatan nilai penjaminan di Indonesia dari Rp 100 juta ke Rp 2 miliar adalah suatu langkah yang penting dan perlu dilakukan segera untuk memompa kembali kepercayaan itu. Saya yakin berbekal pengalaman sendiri selama krisis sepuluh tahun lalu, jika keadaan membutuhkan, penerapan sistem penjaminan simpanan secara penuh akan dilakukan.

Melihat perkembangan itu, semoga seluruh masyarakat Indonesia, terutama nasabah perbankan, tetap meyakini keamanan dana mereka di perbankan. Dalam sejarah krisis Indonesia, akhirnya dana- dana nasabah tidak ada yang tidak memperoleh jaminan secara penuh. Bahkan karena suku bunga yang amat tinggi selama krisis, nasabah banyak memperoleh keuntungan karena dananya berkembang cepat semasa krisis.

Dalam beberapa hari belakangan ini, banyak bank dari negara tetangga yang mengirim orang-orangnya ke penduduk kaya Indonesia untuk membujuk mereka menanamkan dananya di negara itu dengan janji bahwa dana mereka dijamin secara penuh. Kita mengetahui, banyak dana orang kaya Indonesia yang justru menjadi korban berbagai produk eksotis yang ditawarkan bank-bank yang beroperasi di negara tetangga beberapa bulan terakhir ini sehingga mereka mengalami kerugian besar.

Melihat pengalaman kita di mana tidak ada dana yang menjadi korban selama krisis lalu, kita perlu mempertimbangkan secara lebih serius setiap tawaran semacam itu.

Cyrillus Harinowo Rektor ABFII Perbanas

1 komentar:

AMISHA mengatakan...


Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut